tentang Dwarfisme

May 07, 2017
Dwarfisme adalah suatu kondisi kelainan yang ditandai dengan tinggi tubuh yang pendek akibat kelainan medis atau genetis. Seorang manusia dewasa dikatakan mengalami dwarfisme bila tinggi badannya hanya mencapai kisaran 147 cm atau lebih pendek. Kondisi ini lebih sering disebut dengan perawakan tubuh yang pendek dibandingkan penyebutan dwarfisme atau dwarf karena dianggap mendiskriminasi kondisi penderita.
Dwarfisme bisa diakibatkan oleh beberapa kondisi, salah satunya kondisi genetis atau karena adanya kelainan medis saat lahir.

Penyebab Dwarfisme

Selain mutasi genetis dari kedua orang tua, nutrisi yang buruk, atau kekurangan hormon, dwarfisme juga disebabkan oleh beberapa jenis kondisi medis dan penyebab lain yang belum diketahui hingga kini. Dwarfisme yang khusus berkembang akibat kondisi medis terbagi lagi menjadi dua kategori umum, yaitu:
Dwarfisme proporsional, yaitu semua anggota tubuh memiliki ukuran yang sama kecil dan proporsional dengan tinggi tubuh penderita dwarfisme sehingga tampak seperti postur tubuh normal pada umumnya. Kondisi ini biasanya tidak langsung terlihat pada saat lahir. Gejala bisa muncul di awal masa kanak-kanak yang kemudian membatasi keseluruhan proses tumbuh kembang anak.
Kondisi ini umumnya disebabkan oleh berkurangnya produksi hormon pertumbuhan oleh kelenjar pituitari, atau kelenjar di bawah otak, sehingga tidak memenuhi asupan untuk pertumbuhan yang normal.
Dwarfisme disproporsional, yaitu sebagian anggota tubuh memiliki ukuran yang sama kecil dan proporsional dengan tinggi tubuh, namun anggota tubuh lain memiliki ukuran normal atau bahkan lebih besar dari ukuran rata-rata. Beberapa kondisi medis dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan tulang pada penderita.
Kondisi medis yang bisa menyebabkan dwarfisme adalah:
  • Sindrom Turner. Sindrom ini hanya dialami oleh wanita ketika menghilangnya satu atau sebagian dari kromosom seksual atau kromosom X. Kondisi ini menjadikan hanya terdapat satu kromosom yang berfungsi, bukannya sepasang.
  • Sindrom Prader-Willi
  • Sindrom Down
  • Sindrom Noonan
  • Sindrom Conradi
  • Sindrom Ellis-van Creveld
  • Hypochondroplasia
  • Penyakit mucopolysaccharide
  • Diastrophic dysplasia
  • Multiple epiphyseal dysplasia
  • Pseudoachondroplasia
  • Perawatan yang menggunakan steroid, misalnya penyakit asma.
  • Penyakit jangka panjang yang berdampak kepada paru-paru, jantung, atau ginjal.
Dwarfisme dapat disebabkan oleh lebih dari 300 kondisi medis sehingga menjadikannya memiliki gejala yang beragam pula.

Gejala Dwarfisme

Dwarfisme memiliki gejala yang beragam pada tiap kategori, namun perawakan tubuh yang pendek merupakan gejala yang paling sering muncul.
Dwarfisme Proporsional
Kondisi ini memengaruhi keseluruhan pertumbuhan tubuh sehingga berpengaruh juga pada buruknya perkembangan satu atau beberapa sistem tubuh. Penderita kondisi ini umumnya memiliki kepala, tubuh, dan badan yang kecil, namun berukuran proporsional satu sama lain. Gejala lainnya yaitu:
  • Memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih lambat untuk usianya.
  • Memiliki tinggi di bawah persentil ketiga berdasarkan grafik standar pertumbuhan anak.
  • Perkembangan organ seksual yang tertunda, atau bahkan tidak ada, pada masa remaja.
Gejala tambahan biasanya berkaitan dengan penyakit yang mendasari berkembangnya kondisi ini, misalnya penderita sindrom Prader-Willi cenderung memiliki selera makan yang terus-menerus.
Dwarfisme Disproporsional
Gejala dwarfisme disproporsional biasanya segera terlihat ketika lahir atau di awal masa kanak-kanak. Walau demikian, sebagian besar penderita kondisi ini tetap memiliki kapasitas intelektual yang normal. Tidak jarang juga penderita dwarfisme disproporsional memiliki tubuh yang normal dengan tungkai yang sangat pendek atau tubuh yang sangat pendek dengan tungkai yang lebih pendek dan lebar. Bagian kepala biasanya lebih besar dibandingkan tubuh.
Berikut adalah gejala dwarfisme disproporsional berdasarkan kondisi-kondisi yang menjadi penyebab.
Dwarfisme disproporsional akibat achondroplasia.
Gejala yang menyertai kondisi ini, yaitu:
  • Ukuran tubuh yang umum atau rata-rata. Tinggi orang dewasa sekitar 122 cm.
  • Ukuran kepala yang besar dan tidak proporsional dengan tubuh, serta dahi menonjol dan bagian atas hidung yang rata.
  • Jari-jari yang pendek dan adanya jarak lebar antara jari tengah dan jari manis.
  • Lengan dan kaki yang pendek dengan panjang lengan dan kaki bagian atas yang lebih pendek dibandingkan lengan dan kaki bagian bawah.
  • Memiliki pergerakan yang terbatas dia area siku.
  • Perkembangan progresif pada kaki yang cenderung bengkok.
  • Perkembangan progresif pada punggung bawah yang bengkok ke arah perut.
Dwarfisme disproporsional akibat spondyloepiphyseal dysplasia congenital (SEDC).
Gejala yang menyertai kondisi ini, antara lain:
  • Ukuran badan yang sangat pendek.
  • Tinggi orang dewasa berkisar antara 90-120 cm.
  • Leher yang pendek dengan tulang leher yang tidak stabil.
  • Tulang pipi sedikit rata.
  • Terdapat bukaan di langit-langit mulut (bibir sumbing).
  • Dada yang luas dan bulat.
  • Ukuran tangan dan kaki yang normal.
  • Lengan dan kaki yang lebih pendek.
  • Cacat pinggul yang menyebabkan tulang paha menghadap ke arah dalam.
  • Kaki yang bengkok atau memiliki bentuk yang tidak normal.
  • Memiliki arthritis dan masalah yang berkenaan dengan penyakit sendi.
  • Mengalami gangguan penglihatan dan pendengaran.
Segera temui dokter jika Anda menyadari kemunculan gejala sejenis pada anak atau kondisi lain yang bisa berdampak kepada tumbuh kembang anak.

Diagnosis Dwarfisme

Dwarfisme dapat dikenali semenjak lahir atau di awal masa kanak-kanak, namun ada juga yang baru bisa terdiagnosis ketika usia anak sudah lebih dewasa dan/atau ketika tumbuh kembangnya sudah tidak berjalan sesuai dengan seharusnya. Pemeriksaan anak rutin yang dilakukan semenjak lahir memang penting dilakukan, bukan hanya dengan memberinya vaksinasi, melainkan dengan memantau perkembangan fisik dan kesehatannya juga. Dengan demikian, gangguan-gangguan yang muncul dapat dideteksi dan diobati lebih cepat.
Beberapa pemeriksaan yang mungkin dilalui anak jika dokter mencurigai adanya tanda-tanda dwarfisme, yaitu:
  • Memeriksa bentuk wajah dan bentuk tulang tubuh untuk mencari gejala dwarfisme.
  • Mengukur tinggi, berat badan, dan lingkar kepala untuk mengenali pertumbuhan yang tidak biasa, seperti bentuk kepala yang lebih besar.
  • Mengamati ukuran tubuh keluarga lainnya, seperti orang tua, saudara, kakek-nenek, atau kerabat lain untuk mengetahui tinggi rata-rata di keluarga termasuk yang memiliki tubuh tidak tinggi.
  • Melakukan tes pencitraan tubuh, seperti X-ray dan MRI scan. Kedua tes ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran jelas dari tengkorak dan tulang, serta jika terdapat kelainan pada kelenjar pituitari atau hipotalamus pada otak.
  • Melakukan tes hormon untuk mengukur pertumbuhan hormon pertumbuhan atau hormon lain yang berperan penting dalam proses tumbuh kembang anak.
  • Melakukan tes genetik untuk mendapatkan diagnosis yang lebih akurat, misalnya untuk mengetahui apakah anak mengidap sindrom Turner yang menjadi penyebab dwarfisme. Tes ini akan mencari tahu seperti apa kondisi kromosom X yang memicu sindrom Turner pada anak.

Pengobatan Dwarfisme

Mengobati dwarfisme bisa melibatkan berbagai macam dokter spesialis, sesuai dengan kondisi penderita kondisi ini. Kebanyakan perawatan dwarfisme tidak bisa memperbaiki postur tubuh. Perawatan dilakukan untuk mengurangi gangguan yang muncul akibat komplikasi dari kondisi ini. Beberapa pilihan perawatan yang ada, yaitu:
  • Terapi hormon. Sebuah hormon sintetis akan disuntikkan untuk membantu hormon pertumbuhan yang kurang pada penderita dwarfisme. Suntik hormon ini dilakukan hingga beberapa kali selama masa remaja, setidaknya hingga tinggi badan maksimum dari tinggi rata-rata di keluarga pasien tercapai. Selain tinggi badan, suntikan juga dilakukan untuk memastikan tubuh dapat tumbuh sesuai dengan kapasitas pertumbuhan yang seharusnya. Perawatan ini dapat dilengkapi dengan terapi hormon lain, misalnya hormon estrogen bagi penderita sindrom Turner.
  • Prosedur operasi. Prosedur ini dilakukan untuk memperbaiki arah tumbuh tulang, memperbaiki bentuk tulang belakang agar stabil, dan memperbesar pembukaan di tulang belakang untuk mengurangi tekanan pada saraf tulang belakang. Operasi juga bisa dilakukan untuk membuang kelebihan cairan di otak pada kondisi hidrosefalus.
  • Pemanjangan anggota tubuh. Beberapa pemilik kondisi dwarfisme juga memilih prosedur ini walaupun berisiko dan masih kontroversial. Risiko yang ada berpengaruh pada kondisi kesehatan fisik dan mental akibat banyaknya prosedur operasi yang harus dilalui. Inilah sebabnya seorang penderita dwarfisme harus cukup umur untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan untuk melakukan prosedur ini.
  • Rawat jalan untuk memantau kondisi kesehatan penderita dwarfisme, mengingat komplikasi dari kondisi ini dapat berpengaruh kepada aktivitas sehari-hari, misalnya apnea tidur, dan infeksi telinga.
Selain prosedur perawatan yang dilakukan di rumah sakit, pemilik dwarfisme juga tetap bisa menyesuaikan kondisi ini dengan lingkungan di rumah maupun ketika beraktivitas sehari-hari. Beberapa langkah yang bisa dilakukan, yaitu:
  • Upayakan menjaga postur tubuh anak dengan menyediakan bantal untuk punggung bagian bawah, dan bangku kecil untuk anak duduk.
  • Berikan dukungan yang memadai untuk menjaga kepala dan leher anak ketika ia sedang duduk.
  • Gunakan kursi khusus anak yang kokoh dan menopang leher dan punggung dengan baik pada kendaraan Anda. Atur kursi dengan menghadap belakang, pada aturan berat dan tinggi badan tertinggi yang memungkinkan (meski melewati umur yang direkomendasikan).
  • Hindari menggendong anak menggunakan ayunan, gendongan kain atau gendongan di punggung yang tidak menyokong leher serta membuat punggung melengkung seperti huruf “C”.
  • Perhatikan selalu tanda-tanda komplikasi pada anak, seperti apnea tidur dan infeksi telinga.
  • Mulailah diet makanan sehat dan seimbang sejak dini untuk mencegah masalah penambahan berat badan.
  • Ajak anak untuk lebih sering berpartisipasi pada kegiatan menyehatkan, seperti bersepeda, berenang, namun hindari olahraga-olahraga yang memberikan benturan pada tubuh, seperti sepakbola, senam atau gimnastik, dan menyelam.
Kebanyakan penderita dwarfisme tidak memiliki gangguan yang serius terkait dengan kondisi ini sehingga dapat menjalani hidup dengan normal dengan harapan umur yang normal juga.

Komplikasi Dwarfisme

Dwarfisme memiliki beberapa komplikasi yang umum terjadi akibat kondisi ini, misalnya pada kehamilan. Perempuan hamil yang memiliki kondisi dwarfisme disproporsional cenderung mengalami gangguan pernapasan selama masa kehamilan. Prosedur kelahiran Caesar juga seringnya diharuskan bagi perempuan dengan kondisi seperti ini, karena bentuk dan ukuran tulang panggul yang membuat melahirkan secara normal menjadi berisiko tinggi. Komplikasi-komplikasi lain dwarfisme menurut klasifikasinya, yaitu:
Dwarfisme proporsional
Terganggunya tumbuh kembang pada kondisi ini umumnya menyebabkan buruknya perkembangan organ tubuh, misalnya gangguan jantung, terhambatnya pematangan organ seksual yang akhirnya berdampak pada penampilan fisik dan fungsi sosial penderita.
Dwarfisme disproporsional
Komplikasi yang menyertai kondisi ini umumnya akan berbeda-beda bagi tiap penderita. Penderita dwarfisme berisiko mengalami komplikasi seperti:
  • Kaki yang melengkung seperti busur panah.
  • Keterlambatan pada perkembangan kemampuan motorik, seperti merangkak, duduk, dan berjalan.
  • Kesulitan bernapas saat sedang tidur.
  • Sering mengalami infeksi telinga dan berisiko kehilangan pendengaran.
  • Memiliki jumlah gigi yang terlalu banyak.
  • Menderita arthritis.
  • Penambahan berat badan yang bisa menambah tekanan pada saraf, serta memicu gangguan pada sendi dan tulang belakang.
  • Hidrosefalus.
  • Bertambahnya tekanan pada saraf tulang belakang yang ada di dasar tulang tengkorak.
  • Punggung yang terus membungkuk atau bengkok, disertai dengan rasa sakit.
  • Penyempitan saluran pada tulang belakang bagian bawah sehingga menambah tekanan pada saraf tulang belakang, disusul dengan rasa sakit atau mati rasa pada tungkai.
Seseorang yang memiliki dwarfisme juga harus berhadapan dengan persepsi masyarakat yang salah mengenai kondisi ini. Hal ini bisa berdampak pada turunnya kepercayaan diri dan terbatasnya kesempatan yang sebenarnya bisa diraih oleh penderita dwarfisme, khususnya anak-anak yang rentan terhadap ejekan di dalam pergaulan sehari-hari.

Share this :

Latest
Previous
Next Post »
0 Komentar